LETTICA — Jakarta – Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) melatih sejumlah karyawan di lingkup kementerian sebagai penyiar untuk membantu menghidupkan kembali industri radio. Mereka akan bersiaran melalui program Radio Masih Ada, proyek kolaborasi dengan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI).
Deputi Bidang Kreativitas Media Kementerian Ekonomi Kreatif Agustini Rahayu mengatakan program ini untuk memperluas fungsi radio yang belakangan ini terkesan kurang peminat.
“Ini bisa menjadi media strategis di era digital untuk berbagi cerita, perluas jangkauan juga menghidupkan lagi ekosistem penyiaran yang lebih inklusif dan relevan bagi seluruh stakeholder ekonomi kreatif,” ucap perempuan yang akrab disapa Ayu itu dalam peluncuran program Radio Masih Ada, di Jakarta, Senin, 7 Juli 2025.
Ia meyakini melalui pelatihan dan program Radio Masih Ada ini, akan membantu industri radio bertahan di era digitalisasi dan memperluas jangkauan ekosistem penyiaran yang lebih inklusif dan relevan. Nantinya, pegawai Kemenekraf yang telah dilatih LPP RRI akan bersiaran resmi melalui platform streaming RRI Pro 2 setiap Senin pukul 12-13 siang, dan membawakan acara yang mengangkat tema berbasis ekonomi kreatif.
Industri Penyiaran Radio
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5275651/original/076049700_1751887539-radio_1.jpg)
Tidak hanya bertindak sebagai penyiar, para pegawai juga dilatih sebagai music director yang bertugas menyiarkan karya para musisi. Mereka akan bersiaran di studio mini yang ada di lobi gedung Thamrin Nine, Jakarta Pusat, dan setelahnya akan berada di ruang publik lainnya untuk menarik minat publik mengenai media komunikasi tertua di Indonesia ini.
Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf) Teuku Riefky Harsya mengatakan melalui rangkaian kegiatan untuk menguatkan industri penyiaran radio, bisa menjadi platform untuk sosialisasi subsektor ekonomi kreatif lainnya dan akan bermanfaat tidak hanya bagi dunia penyiaran tapi juga pelaku ekraf yang berkaitan dengan industri radio.
“Itu salah satu cara untuk mendukungnya, kami memberikan pelatihan baru 13 orang, tahap pertama itu dari karyawan itu untuk agar juga dari kementerian ini juga bisa merasakan bagaimana sih jadi penyiar, bagaimana industri, suasana stasiun radio itu sendiri,” kata Menteri Riefky.
Karakter Radio Tidak Tergantikan Medsos
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5277204/original/010124800_1752020365-rri_2.jpg)
Menekraf mengatakan tahap berikutnya bersama RRI akan membuka pelatihan kepada masyarakat umum yang berminat atau berbakat menjadi penyiar radio. Ayu juga mengatakan Indonesia akan menjadi tuan rumah konferensi internasional yang membahas industri radio, audio dan siniar, yang lima tahun terakhir digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, yang akan semakin memperkuat industri radio di Indonesia.
Dalam momen yang sama, Direktur Utama LPP RRI I Hendrasmo mengatakan melalui program kolaborasi ini ingin menyampaikan pesan kuat kepada publik bahwa radio masih relevan, dibutuhkan, dan masih punya masa depan. Ia menjelaskan radio harus tetap eksis karena radio memiliki karakter yang tidak tergantikan oleh media visual karena membangun imajinasi, kedekatan emosional, dan menyampaikan informasi dengan cara yang personal dan akrab.
Hal ini berkaitan dengan data Susenas Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 yang disampaikan Hendrasmo, bahwa sebanyak 8,6 persen dari populasi Indonesia atau sebanyak 25 juta orang masih menjadi pendengar radio.
Radio Belum Ditinggalkan
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5275650/original/024735700_1751887387-radio_5.jpg)
Sementara melalui survei Good Start, pengguna radio pada kalangan anak muda sebanyak 52 persen responden menjawab mendengarkan radio setidaknya dalam satu bulan terakhir, dan 14,6 persen mendengarkan 2-4 hari sekali dan 10 persen responden mendengarkannya setiap hari.
Hendrasmo juga mengatakan masyarakat juga sudah mulai bergeser ke platform digital untuk mendengarkan radio, baik komputer maupun ponsel , dan 52 persen masih bertahan untuk mendengarkan radio melalui perangkat analog.
“Ini adalah bukti bahwa radio belum benar-benar tinggalkan kebangkitan. Ia hanya sedang mencari cara baru untuk beradaptasi dan menyapa pendengarnya, radio tetap menjadi media inklusif, mudah diakses, dan memiliki daya jangkau yang luas bahkan sampai ke pelosok-pelosok negeri yang belum stabil koneksi internetnya,” terangnya.
Ia juga mengatakan kolaborasi ini tidak hanya akan memperkuat ekosistem pelaku industri radio tetapi juga mendorong tumbuhnya inovasi konten berbasis audio dan ekonomi kreatif, mulai dari penyiaran komunitas, podcast lokal, hingga kampanye sosial yang berdampak.